PERLINDUNGAN HUKUM HAK-HAK NASABAH BANK
keHebohan” Masyarakat akhir-akhir ini dengan tejadinya kasus-kasus
pembobolan dana Nasabah oleh oknum perbankkan membuat “gempar” dunia
perbankkan di Indonesia, tidak hanya Citibank yang akhir-akhir ini
begitu ramai,akan tetapi berdasarkan pernyataan Bareskrim Mabes Polri
sebagaimana di lansir Metrotvnews.com polri mencatat delapan kasus
pidana perbankkan selama tahun 2011 sebanyak 11 orang dari 24 tersangka
merupakan orang dalam (oknum perbankkan itu sendiri). dan puncak yang
mengkhawatirkan adalah semakin berkurangnya tingkat kepercayaan
masyarakat terhadap perbankkan. Tentu saja hal semacam ini akan sangat
“membahayakan” terhadap eksistensi dunia perbankkan yang notabenenya
adalah Lembaga Kepercayaan dimana pada prinsipnya keinginan masyarakat
untuk meyimpan dananya pada Bank semata -mata dilandasi oleh kepercayaan
bahwa uangnya akan dapat diperoleh kembali pada waktunya dan disertai
dengan jaminan keamanan dari segala bentuk kejahatan.
Pengalaman akhir-akhir ini menunjukkan bahwa baik di lndonesia
maupun negara-negara lain ada beberapa Bank yang mengalami persoalan
dalam memberikan perlindungan terhadap hak-hak nasabahnya sehingga
berdampak pada merugikan masyarakat, karena sebagian atau seluruh dana
masyarakat yang di “bobol” sehingga dana tersebut tidak dapat diperoleh
kembali, kenyataan demikian dapat menimbulkan pertanyaan tentang
bagaimana cara memberikan perlindungan hak-hak masyarakat penyimpan
dana??
Bahwa berdasarkan Peraturan Perbankan Indonesia hukum memberikan
tempat Nasabah untuk melindungi dirinya dengan cara (Hermansyah : 2003 Digitized by USU digital library):
1. Perlindungan secara implisit ( Implicit deposit protection),yakni perlindungan yang diperoleh melalui:
a. Peraturan perundang-undangan dibidang perbankan (UU No.7
1992 dan UU No.10 1998 tentang Perubahan Atas UU No.7 1992 tentang
PERBANKKAN); dalam Pasal 37 B dengan jelas disebutkan bahwa :”setiap
bank wajib menjamin dana masyarakat yang di simpan pada bank
bersangkutan (1), untuk menjamin simpanan masyarakat tersebut maka di
bentuk lembaga penjamin simpanan (LPS) (2).
b. Perlindungan yang dihasilkan oleh pengawasan dan pembinaan yang efektif yang dilakukan oleh bank lndonesia.
c. Upaya menjaga kelangsungan usaha bank sebagai suatu lembaga
pada khususnya dan
perlindungan terhadap sistem perbankkan pada
umumnya.
d. Memelihara tingkat kesehatan bank;
e. Melakukan Usaha sesuai dengan prinsip kehati hatian;
f. Cara pemberian kredit yang tidak merugikan bank dan kepentingan nasabah;
g. Menyediakan informasi resiko pada nasabah,
2. Perlindungan secara Eksplisit ( Explicit deposit protection
), yaitu perlindungan yang diperoleh melalui pembentukan lembaga yang
menjamin simpanan masyarakat (sebagaimana yang di amanatkan pasal 37B(2)
UU 10 1998).
Berdasarkan pengalaman dari beberapa kasus pembobolan dana nasabah
akhir-akhir ini yang jika tidak segera di tanggani dengan serius maka
kemungkinan akan berdampak pada krisis perbankan maka dengan
memperhatikan trend pengawasan bank di beberapa negara lain, serta dalam
rangka mengupayakan meningkatnya efisiensi, keamanan dan kestabilan
dibidang pengawasan bank, sudah selayaknyalah paradigma pola pengawasan
bank yang sudah beruubah di efektifkan lagi pelaksanaannya, dimana
Pengawasan bank yang semula didasarkan pada pola pendekatan pengawasan
institusional, oleh UU No.23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia diubah
menjadi pola pendekatan pengawasan fungsional. Berkenaan dengan itu,
maka Pasal 34 UU No.23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia mengamanatkan
perlunya pemisahan fungsi otoritas moneter dan sistem pembayaran di satu
sisi dengan fungsi pengawasan dan pembinaan bank di sisi lainnya.
Dengan demikian, sesuai dengan amanat UU tersebut, sudah waktunya
pola pengawasan dan pembinaan bank sebaiknya dilakukan oleh sebuah
lembaga independen yang benar-benar kredibel, sehingga ototritas moneter
akan terpisah dari otoritas pengawas bank, dalam rangka mengupayakan
optimalisasi perlindungan hak-hak nasabah.
REFERNSI : Yahya Ahmad Zein
Tidak ada komentar:
Posting Komentar